Hubungan dengan wangsa Sailendra & Hubungan dengan kekuatan regional
Munculnya keterkaitan antara Sriwijaya dengan dinasti Sailendra dimulai
karena adanya nama Śailendravamśa pada beberapa prasasti di antaranya
pada prasasti Kalasan di pulau Jawa, prasasti Ligor di selatan Thailand,
dan prasasti Nalanda di India. Sementara pada prasasti Sojomerto
dijumpai nama Dapunta Selendra. Karena prasasti Sojomerto
ditulis dalam bahasa Melayu dn bahasa Melayu umumnya dihunakan pada
prasasti-prasasti di Sumatera maka diduga wangsa Sailendra berasal dari
Sumatera, Walaupun asal usul bahasa melayu ini masih menunggu penelitian
sampai sekarang.
Majumdar berpendapat dinasti Sailendra ini
terdapat di Sriwijaya (Suwarnadwipa) dan Medang (Jawa), keduanya berasal
dari Kalinga di selatan India. Kemudian Moens menambahkan kedatangan
Dapunta Hyang ke Palembang, menyebabkan salah satu keluarga dalam
dinasti ini pindah ke Jawa. Sementara Poerbatjaraka berpendapat bahwa
dinasti ini berasal dari Nusantara, didasarkan atas Carita Parahiyangan
kemudian dikaitkan dengan beberapa prasasti lain di Jawa yang berbahasa
Melayu Kuna di antaranya prasasti Sojomerto
Hubungan dengan kekuatan regional
Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan kawasan Asia Tenggara,
Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan
secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti.
Sejarawan
S.Q. Fatimi menyebutkan bahwa pada tahun 100 Hijriyah (718 M), seorang
maharaja Sriwijaya (diperkirakan adalah Sri Indrawarman) mengirimkan
sepucuk surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan
Umayyah, yang berisi permintaan kepada khalifah untuk mengirimkan ulama
yang dapat menjelaskan ajaran dan hukum Islam kepadanya. Surat itu
dikutip dalam Al-'Iqd Al-Farid karya Ibnu Abdu Rabbih (sastrawan
Kordoba, Spanyol), dan dengan redaksi sedikit berbeda dalam Al-Nujum
Az-Zahirah fi Muluk Misr wa Al-Qahirah karya Ibnu Tagribirdi (sastrawan
Kairo, Mesir).
Peristiwa ini membuktikan bahwa Sriwijaya telah
menjalin hubungan diplomatik dengan dunia Islam atau dunia Arab.
Meskipun demikian surat ini bukanlah berarti bahwa raja Sriwijaya telah
memeluk agama Islam, melainkan hanya menunjukkan hasrat sang raja untuk
mengenal dan mempelajari berbagai hukum, budaya, dan adat-istiadat dari
berbagai rekan perniagaan dan peradaban yang dikenal Sriwijaya saat itu;
yakni Tiongkok, India, dan Timur Tengah.
Pada masa awal,
Kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan
mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan,
sebagai ibu kota kerajaan tersebut. Pengaruh Sriwijaya nampak pada
bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan
Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya,
Thatong (Kanchanadit), dan Khirirat Nikhom.
Seperti disebutkan
sebelumnya, Sriwijaya di Sumatra meluaskan wilayah degan perpindahan
Wangsa Sailendra ke Jawa. Pada kurun waktu tertentu wangsa Sailendra
sebagai anggota mandala Sriwijaya berkuasa atas Sriwijaya dan Jawa. Maka
Wangsa Sailendra berkuasa sekaligus atas Sriwijaya dan Kerajaan Medang,
yaitu Sumatera dan Jawa. Akan tetapi akibat pertikaian suksesi
singgasana Sailendra di Jawa antara Balaputradewa melawan Rakai Pikatan
dan Pramodawardhani, hubungan antara Sriwijaya dan Medang memburuk.
Balaputradewa kembali ke Sriwijaya dan akhirnya berkuasa di Sriwijaya,
dan permusuhan ini diwariskan hingga beberapa generasi berikutnya. Dalam
prasasti Nalanda yang bertarikh 860 Balaputra menegaskan asal-usulnya
sebagai keturunan raja Sailendra di Jawa sekaligus cucu Sri Dharmasetu
raja Sriwijaya. Dengan kata lain ia mengadukan kepada raja Dewapaladewa,
raja Pala di India, bahwa haknya menjadi raja Jawa dirampas Rakai
Pikatan. Persaingan antara Sriwijaya di Sumatera dan Medang di Jawa ini
kian memanas ketika raja Dharmawangsa Teguh menyerang Palembang pada
tahun 990, tindakan yang kemudian dibalas dengan penghancuran Medang
pada tahun 1006 oleh Raja Wurawari ( sebagai sekutu Sriwijaya di Jawa)
atas dorongan Sriwijaya.
Sriwijaya juga berhubungan dekat
dengan kerajaan Pala di Benggala, pada prasasti Nalanda berangka 860
mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan sebuah biara kepada
Universitas Nalanda. Relasi dengan Dinasti Chola di selatan India juga
cukup baik. Dari prasasti Leiden disebutkan raja Sriwijaya di Kataha Sri
Mara-Vijayottunggawarman telah membangun sebuah vihara yang dinamakan
dengan Vihara Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah Rajendra Chola
I naik tahta yang melakukan penyerangan pada abad ke-11. Kemudian
hubungan ini kembali membaik pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja
Sriwijaya di Kadaram mengirimkan utusan yang meminta dikeluarkannya
pengumuman pembebasan cukai pada kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma
tersebut. Namun demikian pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi
bagian dari dinasti Chola. Kronik Tiongkok menyebutkan bahwa Kulothunga
Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts'i, membantu perbaikan
candi dekat Kanton pada tahun 1079. Pada masa dinasti Song candi ini
disebut dengan nama Tien Ching Kuan, dan pada masa dinasti Yuan disebut
dengan nama Yuan Miau Kwan.
Foto........: Lukisan karya GB. Hooijer (dibuat kurun waktu 1916 - 1919) merekontruksi suasana di Borobudur pada masa jayanya.
5 comments:
Empire Kalinga is from East India, not south India. Check your facts from Wikipedia before giving wrong information.
https://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Sailendra, indonesian wikipedia say from south
bagus artikelnya....
sangat bermanfaat
semua sejarah akan terbukti setelah semua informasi & bukti dikumpulkan Butuh proses , Trimakasih Salam rahayu...
Post a Comment