Search This Blog

Thursday, July 24, 2014

PRABU SEDA / PRABU RAGAMULYA


PRABU SEDA / PRABU RAGAMULYA (1567 – 1579)

(NU SIYA MULYA / SURYAKANCANA)


Raja Pajajaran yang terakhir adalah Prabu Seda.
Raja ini tidak berkedudukan di Pakuan, beliau telah
meninggalkan Pakuan demi menghindari perang terbuka
yang lebih besar dengan Banten, dan lebih memilih diam
di salah satu Kerajaan daerah yang terletak di Kadu
Hejo, Kecamatan Menes sekitar lereng Gunung Pulasari,
Pandeglang. Wilayah ini merupakan bekas kota
Rajatapura (ibukota Kerajaan Salakanagara di tahun 130).
Di lokasi baru itu, sang raja membuka tempat
pemukiman baru di Cisolok dan Bayah. Entah apa yang
dijadikan dasar pemikiran Prabu Seda memilih wilayah
Pandeglang sebagai ibukota barunya. Mengingat
Pandeglang berdampingan dengan wilayah Kesultanan
Banten.
Beliau berkuasa tanpa mahkota karena sebelum
meninggalkan Pakuan, Prabu Seda sempat mengutus 4
orang Kandaga Lante (panglima) untuk menyerahkan
barang-barang pusaka kerajaan Pajajaran kepada Prabu
Geusan Ulun yang memerintah di Kerajaan
Sumedanglarang. Kandaga Lante berangkat
meninggalkan keraton dengan diiringi sebagian rakyat
Pajajaran yang akhirnya memutuskan mengabdi kepada
Prabu Geusan Ulun. Ada pun barang-barang pusaka
amanat Raja Pajajaran terakhir tersebut berupa Mahkota
Binokasih Sang Hyang Pake Siger terbuat dari emas dan
perlengkapannya (sampai sekarang masih tersimpan
dengan baik di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang).
Pada masa kekuasaan Prabu Seda inilah
Kerajaan Pajajaran sebagai penerus kerajaan Sunda,
mengalami keruntuhan akibat serangan Panembahan
Yusuf dari Kesultanan Banten yang saat itu gencar
melakukan syiar Islam, sedangkan seperti yang kita
ketahui Kerajaan Pajajaran adalah menganut agama
nenek moyang.
Sebenarnya secara “de jure” , kekuasaan
Pajajaran telah habis di masa kekuasaan
Nilakendra. Akan tetapi, Pasukan Banten baru resmi
“memadamkannya” setelah mereka berhasil
menghancurkan Ibukota Pakuan.
Benteng kota Pakuan baru dapat dibobol setelah
terjadi penghianatan dari Komandan pengawal benteng
Pakuan yang merasa sakit hati karena tidak memperoleh
kenaikan pangkat. Tengah malam, pasukan khusus
Banten menyelinap ke dalam kota setelah pintu benteng
terlebih dahulu dibukakan oleh penghianat itu.
Ketangguhan benteng Pakuan yang dibuat oleh Rakeyan
Banga lalu kemudian diperkokoh oleh Prabu
Jayadewata / Prabu Siliwangi ternyata masih terbukti.
Meskipun Pakuan telah lama ditinggalkan oleh rajanya,
tetapi pasukan Banten harus berupaya keras untuk
menembusnya, maka “cara halus” dianggap sebagai cara
yang paling tepat untuk membobol benteng itu.
Kekalahan Pajajaran, ditandai dengan
diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (tempat duduk
saat penobatan tahta) dari Pakuan ke Keraton
Surasowan di Banten oleh pasukan Panembahan Yusuf.
Di atas Palangka itulah biasanya raja Pajajaran diberkati
(diwastu) oleh pendeta tertinggi. Tempatnya berada di
Kabuyutan Kerajaan (tidak di dalam istana). Sesuai
dengan tradisi, tahta itu terbuat dari batu dan digosok
halus mengkilap. Batu Tahta seperti ini oleh penduduk
biasanya disebut Batu Pangcalikan atau Batu Ranjang .
Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong
ke Banten karena tradisi politik waktu itu mengharuskan
demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka
tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja
baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, maka
Maulana Yusuf / Panembahan Yusuf dianggap sebagai
penerus kekuasaan Pajajaran yang syah karena buyut
perempuannya (Larasantang) adalah puteri dari Prabu
Jayadewata.
Ibukota Pajajaran yang bernama Pakuan akhirnya
tersisih dari percanturan hidup. Pakuan sebagai pusat
pemerintahan akhirnya berakhir setelah
dibumihanguskan pasukan Banten, seluruh ibukota
kerajaan dihancurkan dan penduduknya panik melarikan
diri ke setiap penjuru. Sebagian besar, sembunyi di
hutan-hutan lebat, serta gunung-gunung yang belum
dijamah manusia.
Setelah berhasil menghancurkan Pakuan,
pasukan Banten kemudian menuju Pulasari untuk
menghancurkan ibukota baru itu. Prabu Seda dan
pengikutnya yang setia mengumpulkan segenap
kekuatannya melawan pasukan Banten. Tetapi, akhirnya
sang raja gugur bersama seluruh pengikutnya tanpa
sisa. Pajajaran “lenyap” pada tanggal 8 Mei 1579.
Pajajaran henteu sirna, tapi tilem ngawun-ngawun,
ngan engke bakal ngadeg deui
“Pajajaran tidak sirna, tapi hanya menghilang,
dan suatu saat akan berdiri kembali”.


1      2      3      4      5       6      7     8      9       10......

Makam Kyai Ageng Basyariyah

Kiai Ageng Basyariyah atau Raden Mas Bagus Harun adalah putra dari Dugel Kesambi (Pangeran Nolojoyo), adipati Ponorogo pada akhir abad ke 17 M di bawah naungan Kerajaan Mataram. Meski diasuh dalam keluarga ningrat, RM Bagus Harun lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk nyantri dan menimba ilmu kepada Kyai Ageng Hasan Besari (Tegalsari, Ponorogo). Kepada gurunya ini, RM Bagus Harun tidak hanya belajar ilmu syariat dan tauhid, namun juga memperdalam tashawuf khususnya ajaran tarekat Naqsabandiyah Syathariyah. Selama berguru kepada KA Hasan Besari, RM Bagus Harun dikenal sebagai murid yang alim, cerdas dan tawadhu. Karena itulah, RM Bagus Harun menjadi murid kesayangannya bahkan sampai diangkat menjadi anak.

Alkisah, saat Mataram dipegang oleh Paku Buwono II, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh RM Gerendi (Pemberontakan Pacinan). Pemberontakan tersebut telah berhasil merebut tahta dan Paku Buwono beserta pengikut setianya mengungsi ke daerah timur. Di tengah pengungsian, Paku Buwono mendapat petunjuk bahwa penolongnya berada di kawasan Ponorogo. Singkat cerita, bertemulah Pakubowono dengan Hasan Besari bersama Bagus Harun. Atas mandat dari Hasan Besari, Bagus Harun ikut Paku Buwono II ke Kertosuro untuk membantu mengembalikan tahtanya. Dengan linuwih kesaktian yang dimiliki oleh Bagus Harun, akhirnya Paku Buwono II bisa merebut kembali tahtanya.
Atas jasanya tersebut dan setelah mengetahui bahwa Bagus Harun ternyata adalah putra adipati Ponorogo (yang masih memiliki garis keturunan sampai Senopati Sutowijoyo), Paku Bowono II berencana mengangkat Bagus Harus sebagai Adipati Banten. Namun Bagus Harun menolak karena harus kembali mengabdi kepada gurunya di Ponorogo. Sebagai gantinya, Paku Buwono II memberikan songsong (payung kerajaan) dan lampit. Songsong kerajaan merupakan simbol pemberian tanah perdikan. Belakangan Songsong tersebut berbuah tanah perdikan di kawasan Madiun yang kemudian dinamai “Sewulan” oleh Bagus Harun
Bagus Harun yang kemudian lebih sering dikenal dengan Kiai Ageng Bayariyah kemudian menetap di Sewulan dan mendirikan masjid dan pesantren hingga akhir hayatnya. Makamnya berada di kompleks makam Sewulan di sebelah Barat Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama. Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut di naungi kain berwanrna hijau. Di atasnya terdapat kaligrafi dengan khot berwarna emas dan background hitam. Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau nan indah. Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al Quran dan surat yasin.
Kompleks pemakaman di areal Masjid Agung Sewulan ini nampaknya menjadi pemakaman bagi bani basyariyah. Almarhum KH Abdul Bashit, Pengasuh PP Oro Oro Ombo Madiun yang meninggal beberapa bulan yang lalu rupanya juga anggota bani Basyariyah. Makamnya berjarak beberapa meter sebelah barat dari cungkup. Pemakaman “tua” yang menjadi salah satu situs wisata ziarah di Madiun ini selalu ada yang mengunjungi setiap harinya, terlebih di Bulan ramadhan. Beberapa peziarah dan warga sekitar menyakini bahwa makam ini merupakan makam yang keramat. Banyak cerita-cerita unik dan mistis dari makam ini yang jika memungkinkan akan penulis ulas pada kesempatan lain.
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga memiliki garis darah dengan Kiai Ageng Basyariyah. Ulama yang negarawan dan budayawan tersebut menjadi salah satu keturunan ketujuh dari Kiai Ageng Basyariyah. Nenek Gus Dur (Ibu Nyai Hasyim Asy’ Ary) yang bernama Nafiqoh merupakan salah satu putri dari Kiai Ilyas, putra dari Kiai Raden Mas Buntaro. Kiai Mas Buntaro ini adalah salah satu putra dari Kiai Muhammad Santri sekaligus cucu langsung dari Kiai Ageng Basyariyah. Menurut pangakuan Mbah Mawardi, Gus Dur sempat hidup selama 3 tahun di Sewulan semasa kecil, bersama keluarga besar neneknya. Ketua Takmir Masjid Sewulan ini pernah mengisahkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang pandai bergaul dan suka bercanda. Beserta beberapa teman sepermainan, mereka kerap bermain-maindi kolam depan Masjid Sewulan. Bahkan kerabat Gus Dur satu ini mengaku punya saksi berupa goresan kecil di pelipis. “Ini merupakan kenang-kenangan waktu dulu bermain dengan Gus Dur di kolam ini”, kenangnya sambil tersenyum.

Kiai Ageng Basyariyah merupakan salah satu ulama’ yang cukup dikenal oleh warga Madiun dan sekitarnya. Ribuan anak turunnya telah tersebar di seluruh penjuru negeri dengan berbagai profesi.

1      2      3      4      5       6      7     8      9       10......

SEJARAH KABUPATEN MADIUN.

Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah, berdiri pada tanggal paro terang, bulan Muharam, tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh hari Karnis Kilwon tanggal 18 Juli 1568 / Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be - Jawa Islam.



Berawal pada masa kesultanan Demak, yang ditandai dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Patiunus dengan Raden Ayu Retno Lembah putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan Dolopo.

Pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya (sekarang Madiun). Pangeran Surya Patiunus menduduki kesultanan hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati. (Sogaten = tempat Rekso Gati)

Pangeran Timoer dilantik menjadi Supati di Purabaya tanggal 18 Jull 1568 berpusat di desa Sogaten. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak dari tahun 1518 - 1568.

Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari desa Sogaten ke desa Wonorejo atau Kuncen, Kota Madiun sampai tahun 1590.

Pada tahun 1686, kekuasaan pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Bupati Pangeran Timoer (Panembahan Rama) kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah.. Bupati inilah selaku senopati manggalaning perang yang memimpin prajurit-prajurit Mancanegara Timur.

Pada tahun 1586 dan 1587 Mataram melakukan penyerangan ke Purbaya dengan Mataram menderita kekalahan berat. Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya yang hanya dipertahankan oleh Raden Ayu Retno Djumilah dengan sejumlah kesil pengawalnya. Perang tanding terjadi antara Sutawidjaja dengan Raden Ayu Retno Djumilah dilakukan disekitar sendang di dekat istana Kabupaten Wonorejo (Madiun)

Pusaka Tundung Madiun berhasil direbut oleh Sutawidjaja dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Djumilah dipersunting oleh Sutawidjaja dan diboyong ke istana Mataram di Pleret (Jogyakarta) sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purbaya tersebut maka pada hari jum'at Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama “Purbaya” diganti menjadi “Madiun ”


1      2      3      4      5       6      7     8      9       10......

Friday, May 11, 2012

TOPENG WAYANG BANJAR

Diiringi tetabuhan gamelan Banjar, seorang lelaki berperut buncit, badan agak bungkuk, dan rambut beruban, layaknya sosok seorang kakek tua, terlihat lincah melakoni gerak dan perilaku Semar, tokoh punakawan dari para ksatria dalam dunia pewayangan. Uniknya, Semar yang ini mengisap rokok dari pipa. Ia juga tak muncul bersama Bagong, Petruk, dan Gareng.
Tokoh Semar ini muncul sendirian. Pada kalung di dadanya tertulis "Samar", untuk menyebut tokoh Semar dalam bahasa Banjar

Tokoh wayang Banjar itu dimainkan seorang dalang bernama Jadri. Dialah pedalang dari Kampung Matang Asam, Desa Tambarangan, Kecamatan Taping Selatan, Kabupaten Tapin, Kalsel. "Saya bukan penari topeng Banjar, tetapi memainkan wayang Banjar memakai topeng," katanya merendah.

Padahal, Jadri patut disebut sebagai seniman seni tradisional wayang Banjar. Dia salah satu dari sedikit dalang wayang Banjar yang masih bertahan di Kabupaten Tapin. Selain bermain topeng wayang Banjar, ia juga membuat sendiri topeng dan perangkat gamelannya.

Kesenian topeng wayang Banjar tak hanya menampilkan Jadri sebagai pemain. Dalam setiap pergelaran terlibat pula 40 orang lain. Mereka terdiri dari pemain topeng wayang dan para penabuh gamelan Banjar.

"Kalau tidak semua pemain bisa berkumpul, setidaknya harus ada 25 orang," katanya.

Topeng wayang Banjar biasanya membawakan cerita Ramayana, seperti penculikan "Dewi Sinta" dan episode lainnya. Puncak dari aruh bakawinan (pesta perkawinan) itulah yang biasanya ditunggu-tunggu penonton, yakni kehadiran tokoh Samar sambil menggendong pengantin putri untuk diantar ke pelaminan.

"Pada sebagian kampung di Kabupaten Tapin, pengusung pengantin putri yang dilakukan oleh Samar seperti suatu keharusan. Sebab, kalau tidak dilakukan, kadang-kadang ada saja pengantin yang bisa kesurupan," kata Jadri.
"Saya hanya percaya kesenian ini bagian dari perangkat ritual kerajaan masa lalu di daerah kami. Tentu saja ada sebagian dariwarga yang menikah itu adalah keturunan mereka. Kemungkinan, hubungan inilah yang membuat topeng wayang Banjar sampai sekarang ada saja yang meminta untuk dimainkan," katanya.

Dalam sebulan, ungkap Jadri, rata-rata ia memainkan kesenian ini 10 kali, terutama untuk pengantin bausung. "Kalau wayang kulit Banjar dimainkan semalam suntuk, kami memainkannya justru pada siang hari," ujarnya.

Jadri berusaha mempertahankan kesenian ini karena sebagian dari pedalang wayang Banjar di Kabupaten Tapin sudah berumur lanjut.

"Kami (para pedalang yang berusia lebih muda) saling bekerja sama. Ini tidak hanya dalam berkesenian, tetapi juga untuk pinjam-meminjam perangkat wayang. Misalnya, wayang kulit atau topeng wayang milik saya bisa dipinjam dalang yang lain. Dalam waktu yang berbeda, saya yang meminjam perangkat tetabuhan milik dalang lain," kata Jadri.
Cara tersebut terbukti ampuh. Selain bisa melestarikan kesenian tradisional, mereka pun bisa mengatasi masalah keterbatasan perangkat kesenian yang dimiliki para pelakunya.

1      2      3      4      5       6      7     8      9       10......

Kain Songket: Sejarah dan Arti yang Terkandung di dalamnya

1. Sejarah dan Perkembangan Kain Songket

Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya pada masa kejayaannya sekitar abad ke 7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal dari kerajaan terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah,songket. Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi, sebab dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara pengerjaan, makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara penggunaanya dan tingkatan orang yang memakainya.

Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, diantara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalut perdagangan Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional.


Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini, memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu, yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.


Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” ( 1977:209 ), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki–laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar.


Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam (Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India dan Tiongkok (Cina). Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain Songket untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan sebuah kain songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga.


Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada kerajaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang dengan Negara tetangga secara tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat. Sebagai akibat dari adanya pertukaran barang dalam perdagangan telah mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan didaerah Palembang. Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut yang diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok ( Cina ) mempengaruhi motif dalam desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Timur tengah,walaupun dalam kesenian Islam tidak diperbolehkan mewujudkan mahluk hidup, tetapi didalam desain kain songket tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti misalnya berbagai jenis burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain songket juga terdapat pada relief-relief candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh, para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain songket Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu di Indonesia yang terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini.


Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di Palembang dan datangnya penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada struktur kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain songket sempat mengalami kemunduran karena sulitnya bahan baku yang diperlukan. Namun, keberadaan kain songket yang merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia masih tetap dipertahankan terutama karena masih mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang indah juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini, kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket. Keberadaan kain songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui sebuah perdagangan internasional.


Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan Jepang dan masa Revolusi sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan kerajinan kain songket pada titik yang menghawatirkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku dan pemasaran hasil produksi songket tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku yang digunakan untuk membuat kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun 1950 dan sesudahnya, kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali secara keci-kecilan dengan cara mencabut kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain songket yang lama ( yang sudah tidak dipakai lagi ) karena kain sutera sebagai dasarnya sudah lapuk untuk mendapatkan tenunan kain songket yang baru, keadaan ini berlangsung hingga tahun 1966. Barulah sekitar tahun 1966 (akhir), usaha kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh para perajin kain songket seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang sutera impor yang datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui pedagang-pedagang dari Singapura dan benang-benang emas dari India, Perancis, Jepang dan Jerman. Kain songket Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun dalam usahanya mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau. Namun tetap bertahan hingga saat sekarang ini. Keberadaan kain songket ini, merupakan salah satu aset bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik keberadaanya. Kain songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan peninggalan dan kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya.


2. Jenis-jenis Motif Kain Songket Palembang


Pemakaian kain songket pada umumnya dipakai sebagai pakaian adat masyarakat Palembang untuk menghadiri upacara perkawinan, upacara cukur rambut bayi dan sebagai busana penari Gending Sriwijaya (Tarian selamat datang). Menurut Djamarin.dkk dari Team ITT Bandung ( 1977:217-218 ) meyebutkan tentang jenis-jenis motif kain songket Palembang, diantaranya adalah :


a. Songket Lepus

Lepus berarti menutupi, jadi pengertian kain songket lepus adalah songket yang mempunyai benang emasnya hampir menututpi seluruh bagian kain. Benang emasnya dengan kualitas tinggi didatangkan dari China. Kadangkala benang emas ini diambil dari kain songket yang sudah sangat tua (ratusan tahun) karena kainnya menjadi rapuh, benang emas disulam kembali ke kain yang baru. Kualitas jenis songket lepus merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal harganya. Sesuai dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam namanya, antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus buah anggur, songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.

Songket Lepus

Gambar 1. Songket Lepus ( Sumber Zainal Songket )

b. Songket Tawur

Pada desain songket tawur yaitu kain yang pada motifnya tidak menutupi seluruh permukaan kain tetapi berkelompok-kelompok dan letaknya menyebar (bertabur/tawur). Benang pakan sebagai pembentuk motif tidak disisipkan dari pinggir kepinggir kain seperti pada halnya penenunan kain songket yang biasa, tetapi hanya berkelompok–kelompok saja. Sama halnya dengan songket lepus, songket tawur pun bermacam-macam namanya antara lain songket tawur lintang, songket tawur tampak manggis, songket tawur nampan perak, dan lain-lain.


Songket Tawur
Gambar 2. Songket Tawur ( Sumber Museum Tekstil DKI Jakarta )

c. Songket Tretes Mender

Pada kain songket jenis ini tidak dijumpai suatu gambar motif pada bagian tengah kain (polosan). Motif-motif yang terdapat dalam songket tretes mender hanya ada pada kedua ujung pangkal dan pada pinggir-pinggir kain.
Songket Tretes Mender
Gambar 3. Songket Tretes Mender ( Sumber Zainal Songket )

d. Songket Bungo Pacik

Pada kain songket jenis ini, sebagian besar motifnya terbuat dari benang emas yang digantikan dengan benang kapas putih, sehingga tenunan benang emasnya tidak banyak lagi dan hanya dipakai sebagai selingan saja.
Songket Bungo Pacik
Gambar 4. Songket Bungo Pacik (Sumber Kain Songket Indonesia)

e. Songket Kombinasi

Pada songket jenis ini merupakan kombinasi dari jenis-jenis songket diatas, misalnya songket bungo Cina adalah gabungan songket tawur dengan songket bungo pacik sedangkan songket bungo intan adalah gabungan antara songket tretes mender dengan songket bungo pacik.
Songket Kombinasi
Gambar 5. Songket Kombinasi ( Sumber Zainal Songket )

f. Songket Limar

Kain songket ini tidak dibentuk oleh benang-benang tambahan seperti halnya pada songket-songket lainnya. Motif kembang-kembangnya berasal dari benang-benang pakan atau benang lungsi yang dicelup pada bagian-­bagian tetentu sebelum ditenun. Biasanya songket limar dikombinasikan dengan songket berkembang dengan benang emas tawur hingga disebut songket limar tawur. Macam dari songket limar diantaranya adalah jando berhias, jando pengantin serta kembang pacar.

Songket Limar

Gambar 6. Songket Limar (Sumber Zainal Songket )

Untuk menguatkan dasar kain songket dalam penenunan benang emas atau benang perak, maka sering digunakan serat katun untuk lungsinya serta sutra untuk pakannya.


3. Macam-macam Motif Kain Songket

Walaupun sejarah telah mencatat bagimana kain songket ini telah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, namun ternyata kain songket Palembang tidak banyak mengalami penambahan dalam hal motif.

Untuk membuat motif pada kain songket, ada yang menggunakan motif benang emas penuh dan ada yang kosong pada bagian tengahnya tetapi motifnya diberikan pada bagian tepi kain. Untuk membuat satu jenis kain songket biasanya didalamnya bisa terdapat dua atau tiga motif kain songket, sehingga untuk menghasilkan perpaduan gambar yang indah dan menarik. Benang emas yang digunakan dalam kain songket sangat bervariasi, dalam kain songket yang asli ( buatan zaman dahulu ) menggunakan benang emas cap jantung yang terbuat dari emas murni empat belas karat disebut juga sebagai benang emas nomor satu. Benang emas seperti ini pada saat sekarang ternyata sudah tidak diproduksi lagi, karena selain harganya mahal. Benang emas untuk membuat kain songket sekarang ini biasanya menggunakan kualitas nomor dua yaitu benang emas bangko yang cirinya berwarna agak keperak-perakan dan bermanik seperti mutiara, kemudian benang emas nomor tiga adalah benang emas sartubi yang warnanya keputih-putihan dan struktur benangnya lebih halus, sedangkan benang emas dengan kualitas nomor empat adalah benang emas mamilon yang cirinya berwarna kuning keemasan dan benangnya agak kasar. Benang emas dengan kualitas biasa saja adalah benang emas jeli yang benangnya agak kasar dan mudah putus.


Dengan melihat bahan dasar yang digunakan untuk membuat motif kain songket, kita sudah bisa mengetahui bahwa masyarakat pada masa itu sangat mengyukai keindahan yang berbahan dasar dari emas. Untuk membuat hal seperti ini tentunya memerlukan bahan dasar yang mencukupi di daerah pembuatanya, agar tidak menjadikan biaya produksinya mahal. Maka untuk itu diperkirakan nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya kaya akan emas, hingga dipergunakan untuk membuat bahan pakaian terbuat dari bahan yang dicampur dengan emas. Walau pun memang pakaian yang menggunakan emas, kebanyakan dimiliki oleh kalangan bangsawan terutama.


4. Warna Kain Songket

Warna yang digunakan untuk mewarnai kain songket didapat dari pewarna kesumbo untuk warna hijau, ungu, merah anggur dan warna kuning dari kunyit sedangkan untuk warna merah dengan menggunakan kulit kayu sepang yaitu kulit kayu dari pohon sepang yang sudah tua. warna ungu dapat juga dihasilkan dari kulit buah manggis. Semua yang digunakan untuk mewarnai kain songket ternyata berbahan dasar dari alam, mereka berusaha memadukan warna ini sehingga menghasilkan warna terang mencolok dan indah. Untuk membuat warna dalam kain tentunya memerlukan pengetahuan yang tidak sembarangan, dimana dia harus mengolah bahan dasar dari alam ini menjadi sebuah tinta.

Manusia terkenal sebagai makhluk bersimbol, setiap tingkah laku dan perbuatannya penuh dengan simbol-simbol tertentu, tidak terkecuali apa yang terdapat dalam warna kain songket. Setiap warna yang terdapat dalam kain songket memiliki artinya tersendiri yang dapat menunjukan status dari sipemakainya, bukan hanya status kekayaan namun juga status sosial yang diantaranya adalah kain songket dengan warna hijau, merah dan kuning dipakai oleh janda, sedangkan bila mereka ingin menikah lagi maka mereka dapat menggunakan warna-warna yang terang atau cerah (Suwarti Kartiwa: 35). Dalam kain songket tidak mempunyai patokan dalam hal warna untuk satu jenis kain songket tertentu, karena pada kain songket yang dipentingkan adalah pada jenis dan kegunaannya, dalam satu jenis kain songket terdapat lebih dari satu warna sebagai penghias kain.


4. Lambang Motif yang terdapat dalam Kain Songket Palembang

Seperti yang telah dikemukakan di atas, kalau hidup manusia ini penuh dengan simbol-simbol, dalam kain songket ternyata mempunyai arti perlambangan yang sakral dalam setiap coraknya dan dalam satu kain songket terdapat motif, warna dan perlambangan berbeda sehingga menghasilkan perpaduan yang indah. Lambang-lambang yang terdapat dalam kain songket dan penggunaannya antara lain:

a. Motif bunga mawar dalam desain kain songket mempunyai arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongan. Kain songket dengan motif bunga mawar digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.


b. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang. Kain songket yang memiliki motif bunga tanjung dipakai oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.


c. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan kesucian, keanggungan dan sopan santun. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.


d. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik, karena bambu adalah pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan agar sipemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah hidup.


Pada masa sekarang ini di Indonesia, arti dan perlambang dalam motif kain tidak sedikit yang mengabaikannya, banyak dari mereka mengindahkan semuanya itu. Apa yang ada dalam dalam motif kain ini sebenarnya melambangkan sebuah do’a untuk sipemakainya, sebagai contoh motif pucuk rebung memiliki arti agar sipemakai selalu berada dalam keberuntungan dalam hidupnya. Apa yang ada dalam motif kain ini merupakan simbol dari harapan manusia itu sendiri.


5. Simbol Status Sosial

Motif kain yang sering nampak dalam kain songket adalah motif bunga, ini menandakan kedekatan dengan wanita. Seperti yang dikemukakan oleh R.H.M Akib seperti dikutip oleh Suwarti Kartiwa (1996:34), bahwa kain songket erat hubungannya dengan wanita dan didalamnya mencerminkan wanita. Hal ini tampak dari dengan banyaknya motif bunga yang diterapkan dalam desain kain songket dan kalau kemudian dalam adat terdapat pakaian yang dipakai oleh laki-laki, maka itu adalah perkembangannya yang kemudian karena pada zaman dahulu kain songket ditenun oleh para gadis sambil menunggu datangnya lamaran dari pihak laki­-laki.

Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motif-motif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).



Kepustakaan


Achmad Slamet. 1997. Gema Industri Kecil. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Khusus Ekonomi Golongan Lemah Departemen Perindustrian. Jakarta

Djamarin. dkk Tim Penyusun ITT Bandung. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung.
Himpunan Wastaprema. 1976. Kain Adat / tradition textiles. Jakarta.
Riyanti, Ade. 2005. "Makna Simbolis Kain Songket sebagai Simbol Status Sosial di Kelurahan Serengam 32, ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang. Sumatera Selatan". Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi.
Suwarti, Kartiwa. 1980a. Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan.
_____ . 1998. Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Tim Penyusun Depdikbud. 1981 / 1982. Album Seni Budaya Sumatera Selatan. Jakarta.
Tim Penyusun Depdikbud. Bagian Pembinaan Permuseuman Sumatera Selatan. 1995 / 1996. Kain Songket Palembang. Palembang.
Tim Penulis Depdikbud Dinas Permuseuman Pembinaan Sumatera Selatan. 2000. Tenun Tradisional Sumatera Selatan. Jakarta.
Tim Peneliti Museum Tekstil DKI Jakarta. 1982 / 1982. Pameran Kain Palembang. Jakarta: Djambatan.


1   2   3   4   5   6   7   8   9   10......

TARI KLASIK DARI YOGYAKARTA


Bedhaya Arjuna Wiwaha. Bedhaya ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB XKraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki tarian pusaka yang bersifat sangat sakral, yaitu Bedhaya Semang, yang merupakan induk dari semua tari putri gaya Yogyakarta. Tari lain yang juga sudah berumur cukup tua adalah Beksan Lawung Ageng dan Bedhaya Sumreg. Keduanya diciptakan oleh Sultan HB I. Selain itu ad...a beberapa jenis tari klasik yang cukup terkenal antara lain Bedhaya (Bedhaya Kuwung-Kuwung, Bedhaya Tunjung Anom, Bedhaya Sinom, dll), Guntur Segaran, Srimpi (Srimpi Renyep-Renggowati, Srimpi Pandhelori, dll), Beksa Klana (Klana Raja, Klana Topeng, Klana Alus), Beksa Golek Menak, dll. Tari klasik bukanlah semata-mata komposisi gerak tubuh yang disusun menjadi satu kesatuan sajian tontonan yang utuh. Tapi dibalik tari klasik, tersimpan sebuah kisah atau makna filosofis yang sangat tinggi yang disampaikan sebagai sebuah pesan bagi kehidupan manusia.

1   2   3   4   5   6   7   8   9   10......

GAMELAN Si Mangu Kecil

Perangkat gamelan yang berada di Museum Nasional ini merupakan peninggalan asli dari Kerajaan Banjar . 
Gamelan ini dikenal dengan sebutan “ Si Mangu Kecil” yang artinya adalah gamelan betina, sedangkan gamelan jantan yang dikenal dengan sebutan ’’Si Mangu Besar’’ berada di Museum Propinsi Kalimantan Selatan.Gamelan Banjar merupakan seni karawitan yang berkembang di kalangan Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Berdasarkan naskah tutur candi yang menceritakan tentang sejarah Kerajaan Banjar khususnya dalam hikayat lambung mangkurat, disebutkan istilah gamelan. Berikut adalah kutipan dari naskah tutur candi yang menyebutkan istilah gamelan, ‘’…..ayu anakanda bermain-main, karena urang di dalam nagri ini tiada biasa malihat wayang dan tuping, maka panji itupun menyuruh tamannya memalu atau memukul gamelan, maka sakalian taman-tamannya pun masing-masing dengan pekerjaannya ada yang manggusuk rebab dan mamukul agung dan lain-lain, maka berbunyilah….’’Tradisi gamelan mulai dikenal sejak masa kerajaan Dipa pada abad ke 14 masehi, yaitu ketika Pangeran Suryanata berkuasa. Kerajaan yang berpusat di daerah Amputai ini merupakan Kerajaan Hindu pertama yang berdiri di Kalimantan Selatan. Pangeran Suryanata memiliki nama asli Raden Putera, seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit yang dinikahkan dengan seorang putri Banjar yang bernama Putri Junjung Buih. 

Saat itu rakyat Kalimantan Selatan dianjurkan untuk mengikuti budaya Jawa, seperti gamelan, keris dan juga wayang. Gamelan Banjar kemudian berkembang di kalangan keraton dan rakyat jelata.Setelah Kerajaan Dipa runtuh, muncul Kerajaan Negara Daha yang meneruskan tradisi Gamelan yang dimulai oleh kerajaan Dipa. Kemudian, pada tahun 1526, Kerajaan Daha juga runtuh. Namun, ada beberapa pemuka adat yang terus mengajarkan kesenian, yaitu Datu Taruna (pemain gamelan), Datu Taya (dalang wayang kulit), dan Datu Putih (penari topeng). Selanjutnya, berdiri Kerajaan Islam pertama di daerah Kalimantan Selatan, yaitu Kerajaan Banjar. Pada masa pemerintahan raja ketiga mereka, yaitu Pangeran Hidayatullah (1570-1595), para pemain gamelan di Kerajaan Banjar diperintahkan untuk belajar menabuh gamelan di Keraton Solo.

Perangkat gamelan yang berada di Museum Nasional ini merupakan peninggalan asli dari Kerajaan Banjar . Gamelan ini dikenal dengan sebutan “ Si Mangu Kecil” yang artinya adalah gamelan betina, sedangkan gamelan jantan yang dikenal dengan sebutan ’’Si Mangu Besar’’ berada di Museum Propinsi Kalimantan Selatan.
Gamelan Banjar merupakan seni karawitan yang berkembang di kalangan Suku Banjar, Kaliman...tan Selatan. Berdasarkan naskah tutur candi yang menceritakan tentang sejarah Kerajaan Banjar khususnya dalam hikayat lambung mangkurat, disebutkan istilah gamelan. Berikut adalah kutipan dari naskah tutur candi yang menyebutkan istilah gamelan, ‘’…..ayu anakanda bermain-main, karena urang di dalam nagri ini tiada biasa malihat wayang dan tuping, maka panji itupun menyuruh tamannya memalu atau memukul gamelan, maka sakalian taman-tamannya pun masing-masing dengan pekerjaannya ada yang manggusuk rebab dan mamukul agung dan lain-lain, maka berbunyilah….’’
Tradisi gamelan mulai dikenal sejak masa kerajaan Dipa pada abad ke 14 masehi, yaitu ketika Pangeran Suryanata berkuasa. Kerajaan yang berpusat di daerah Amputai ini merupakan Kerajaan Hindu pertama yang berdiri di Kalimantan Selatan. Pangeran Suryanata memiliki nama asli Raden Putera, seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit yang dinikahkan dengan seorang putri Banjar yang bernama Putri Junjung Buih. Saat itu rakyat Kalimantan Selatan dianjurkan untuk mengikuti budaya Jawa, seperti gamelan, keris dan juga wayang. Gamelan Banjar kemudian berkembang di kalangan keraton dan rakyat jelata.

Tradisi gamelan mulai dikenal sejak masa kerajaan Dipa pada abad ke 14 masehi, yaitu ketika Pangeran Suryanata berkuasa. Kerajaan yang berpusat di daerah Amputai ini merupakan Kerajaan Hindu pertama yang berdiri di Kalimantan Selatan. Pangeran Suryanata memiliki nama asli Raden Putera, seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit yang dinikahkan dengan seorang putri Banjar yang bernama Putri Junjung Buih. Saat itu rakyat Kalimantan Selatan dianjurkan untuk mengikuti budaya Jawa, seperti gamelan, keris dan juga wayang. Gamelan Banjar kemudian berkembang di kalangan keraton dan rakyat jelata.
Gamelan Banjar versi keraton memiliki instrumen yang lebih banyak daripada Gamelan Banjar versi rakyatan Ukiran naga sebagai hiasan pada Gamelan Banjar

1      2      3      4      5       6      7     8      9       10......